Tirakat Seorang Faqir, Hadiah Seorang Putri
Cahaya rembulan menyibak tirai gelap malam, menghamparkan sinar lembut ke seluruh penjuru bumi. Bintang-gemintang bersinar laksana lentera langit, menyertai desir angin yang berhembus pelan menembus dedaunan. Di kejauhan, debur ombak terdengar memecah kesunyian malam.
Di sebuah istana yang megah, berdirilah seorang Sultan yang bijaksana dan cerdas. Ia tidak hanya mahir dalam strategi perang dan siasat kerajaan, tetapi juga terkenal sebagai pecinta ilmu dan pencinta kaum saleh. Sang Sultan memiliki seorang putri yang tiada tara paras dan perangainya. Kecantikannya menjadi buah bibir seantero negeri, tetapi lebih dari itu, akhlaknya yang mulia menundukkan hati siapa pun yang memandang. Para pangeran dan bangsawan telah datang melamar, membawa hadiah dan gelar, namun tak satu pun pinangan mereka diterima.
Di pelosok negeri, di tengah kesunyian perbukitan yang rimbun, berdirilah sebuah zawiyyah kecil—tempat para penempuh jalan tasawuf mencari ilmu dan mendidik jiwa. Di sanalah seorang pemuda bernama Faqir menuntut ilmu. Ia adalah murid yang tekun, selalu hadir di halaqah, duduk paling depan menyimak kalam mursyidnya.
Pada suatu malam, sang Mursyid berkata: "Barangsiapa memiliki himmah (cita-cita luhur) dan bersungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan jalan baginya."
Ucapan itu menghujam ke dalam hati Faqir. Dalam diam ia berseru dalam hati, "Demi Allah, aku akan melamar putri Sultan. Aku akan bersungguh-sungguh dengan seluruh kekuatanku."
Pagi harinya, dengan hati penuh tekad dan tawakal, Faqir menuju istana. Sesampainya di sana, ia menghadap Sultan dan menyampaikan niatnya.
Sang Sultan tertegun mendengar keberanian Faqir. Ia tak ingin merendahkan pemuda itu, namun ia juga ingin mengujinya. Maka dengan suara lembut, ia berkata:
"Wahai pemuda, ketahuilah bahwa putriku adalah amanah dan mutiara paling berharga di kerajaan ini. Barangsiapa menginginkannya, maka mahar pernikahannya adalah sebuah mutiara yang disebut Bahraman. Mutiara ini tidak ditemukan kecuali dalam peti harta Kisra dan Khaqan." ¹
"Di manakah letaknya wahai Tuanku?" tanya Faqir.
"Mutiara itu berada di Laut Sailan. Jika engkau mampu membawanya, maka aku akan menepati janjiku," jawab sang Sultan.
Faqir pun berpamitan, dengan semangat yang berkobar ia meninggalkan istana dan menempuh perjalanan jauh menuju Laut Sailan. Siang dan malam ia lalui, kaki tak kenal lelah, hati tak pernah ragu. Hingga akhirnya ia tiba di tepian laut yang luas membentang, birunya tak berbatas, bagai cermin langit yang jatuh ke bumi.
Tanpa ragu, Faqir menyingsingkan lengan bajunya, mengambil mangkuk kecil yang ia bawa dan mulai menguras laut. Satu cedokan, lalu dituangkan ke darat. Begitu seterusnya. Siang dan malam, ia tidak makan dan minum, hanya tirakat dan niat murni yang menjadi kekuatannya.
Kesungguhan Faqir mengguncang isi lautan. Ikan-ikan gemetar, takut laut mereka akan musnah. Mereka mengadu kepada Allah, memohon agar pemuda itu diberi jalan.
Allah Yang Maha Mendengar mengutus malaikat penjaga laut untuk menemui Faqir.
"Wahai pemuda," tanya sang malaikat, "apa gerangan yang engkau lakukan?"
Dengan wajah teduh dan mata yang mulai cekung oleh lelah, Faqir menjawab, "Aku menguras laut untuk mendapatkan mutiara Bahraman, sebagai mahar untuk menikahi putri Sultan."
Malaikat menatap laut lalu berkata: "Wahai lautan, keluarkanlah dari perutmu mutiara Bahraman."
Tiba-tiba, pantai Sailan dipenuhi oleh permata dan mutiara. Namun hanya satu yang paling bersinar, memancarkan cahaya lembut keemasan. Itulah Bahraman.
Faqir mengambilnya dan kembali ke istana. Sultan tercengang melihatnya. Ia kagum pada tekad dan kesungguhan pemuda itu.
"Wahai Faqir, engkau telah membuktikan bahwa himmah bisa menembus segala batas. Aku akan menikahkanmu dengan putriku," ujar Sultan dengan suara penuh haru.
Seluruh negeri berpesta. Pernikahan Faqir dan sang putri menjadi peristiwa yang dikenang sepanjang masa. Mereka hidup dalam taman-taman cinta yang dipenuhi berkah dan rida Ilahi.
Sang mursyid pun berkata dalam satu majelis: "Lihatlah, himmah adalah kapal, kesungguhan adalah layar, dan tawakal adalah angin yang mengantar ke pelabuhan cinta."
Sebagaimana Rumi berkata:
"With life as short as a half-taken breath, don’t plant anything but love."
¹ Kisra adalah gelar bagi seluruh raja Persia, sedangkan Khaqan adalah gelar bagi seluruh raja Turki (Lihat: Al-Mawaahib Al-Laddunniyyah, hal. 73).
Posting Komentar untuk "Tirakat Seorang Faqir, Hadiah Seorang Putri"