Jejak Murid Sejati: Syaikh Muhyiddin dan Guru yang Tak Pernah Ia Tinggalkan


    Beliau, Syaikh Masyaikhina Al-‘Allamah Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, adalah sosok ulama besar, samudera ilmu dan lautan akhlak yang jenazahnya kini dimakamkan di sisi Masjid Maulana Imam Al-Kurdi Quddisa Sirruh.

Ada kisah haru yang mengiringi kepergian beliau menuju haribaan Sang Kekasih, Allah ‘Azza wa Jalla.

    Ketika Syaikh Muhyiddin Abdul Hamid wafat, putra beliau yang penuh takzim datang menghadap kepada Syaikhina Al-‘Arif Billah Muhammad Dhiauddin Al-Kurdi, menyampaikan pesan terakhir sang ayah tercinta: sebuah wasiat lembut yang terpatri dalam hati agar apabila diizinkan, beliau ingin dimakamkan bersama gurunya yang ia cintai sepenuh jiwa, Syaikh Najmuddin.

    Permohonan itu tidak hanya disambut dengan lapang dada, tetapi juga dengan keharuan yang mendalam. Syaikh Dhiauddin Al-Kurdi mengabulkan wasiat itu dengan penuh penghormatan, dan akhirnya, dua insan mulia guru dan murid, bersanding dalam keabadian, di tempat yang sama, sebagaimana mereka pernah bersanding dalam taman ilmu dan majelis cahaya.

    Betapa indah persahabatan yang bersambung hingga liang lahad. Betapa mulia cinta karena Allah yang tak terputus oleh kematian.

"Goodbyes are only for those who love with their eyes. Because for those who love with heart and soul, there is no such thing as separation."
Jalaluddin Rumi

    Cinta karena Allah tak akan mati. Ia hanya berpindah wujud: dari kata-kata menjadi doa, dari pertemuan menjadi kenangan, dari pelajaran menjadi warisan ruhani.


 

Posting Komentar untuk "Jejak Murid Sejati: Syaikh Muhyiddin dan Guru yang Tak Pernah Ia Tinggalkan"