Malam yang Membisikkan Cinta: Hikmah di Balik Derita

 



Syaikh Abdurrahman Bajalhaban

 

Malam telah mengurai tirai kegelapannya ke seluruh angkasa. Bulan bersinar begitu suram, cahayanya terhalangi oleh awan tebal yang menghimpit setiap jengkal angkasa. Samar-samar terdengar celoteh burung hantu menambah semarak di kawasan itu. Seorang lelaki tengah berjalan menembus kelamnya malam itu. Lelaki itu begitu kurus, dari wajahnya tercermin perangainya yang halus dan akhlaknya yang mulia. Lelaki itu adalah Syaikh Abdurrahman Bajalhaban.

 

Langkah-langkahnya tak terdengar, seolah bumi pun bersedih menampung beban hatinya. Seperti kata Jalaluddin Rumi, "Ada yang mengendap dalam dada, tak bisa disebut kata, hanya bisa dirasa."

Syaikh Abdurrahman Bajalhaban terus berjalan menyusuri jalan setapak itu. Pikirannya melayang terbang ke beberapa waktu yang lalu.

Syaikh Abdurrahman memiliki seorang istri. Mereka berdua telah hidup bersama selama puluhan tahun. Siang dan malam tak henti-hentinya istrinya itu selalu memarahi Syaikh Abdurrahman. Entah mengapa, setiap kali melihat batang hidung Syaikh Abdurrahman emosi istrinya langsung meletup seketika. Namun kondisi seperti itu tak membuat Syaikh Abdurrahman marah, dia selalu sabar menghadapi istrinya dengan perangai seperti itu. Dia hanya bersabar seperti yang dilakukan oleh para Salaf, bukankah mereka mulia di sisi Allah karena kesabaran mereka menghadapi istrinya? Batinnya suatu ketika.

 

"Cinta adalah luka yang dalamnya lebih jauh dari samudra." (Rumi)

Ibarat api yang mati kehabisan kayu bakar, Syaikh Abdurrahman sudah tidak mampu bersabar lagi. Akhirnya pada saat itu juga dia memutuskan untuk pergi dari rumah. Jedddier....

 

Suara petir yang keras membuyarkan lamunannya. Syaikh Abdurrahman tersentak, ternyata dia telah berdiri di depan sebuah gua. Udara terasa begitu dingin menusuk tulang, tanpa pikir panjang dia langsung masuk ke dalamnya. Di dalam gua, samar-samar Syaikh Abdurrahman melihat cahaya. Dia pun mendekati cahaya itu. Ternyata cahaya itu adalah api unggun yang di hidupkan oleh dua orang.

 

Syaikh Abdurrahman mengucapkan salam dan segera berhambur duduk di tepi api unggun. Dia tidak berkata sama sekali. Memang seperti itulah budaya masyarakat setempat, mereka tidak akan bertanya apa pun kecuali apabila telah lewat tiga hari. Tiba-tiba lelaki paruh baya menoleh ke arah lelaki muda di sampingnya. "Berdo'alah kepada Allah, agar Dia berkenan memberikan rizki kepada kita." Ucap lelaki itu kepada temannya.

 

Teman sang lelaki segera melaksanakan perintah itu. Dia mulai berdo'a. Do'anya begitu panjang dan khusyu'. Tiba-tiba dari arah atas mulut gua turunlah sebuah nampan yang penuh dengan berbagai hidangan yang lezat dan jatuh di hadapan mereka. Tanpa pikir panjang, mereka segera menikmati hidangan surgawi itu.

 

"Ketika kau merasa lapar, jangan hanya minta roti, mintalah cahaya yang menghidupi gandum itu."

 

 

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, saat di hitung ternyata malam ini adalah malam kedua mereka di dalam gua. Syaikh Abdurrahman Bajalhaban dan dua lelaki tak di kenalnya duduk di depan api unggun. Tanpa menunggu perintah, lelaki paruh baya segera berdo'a kepada Allah. Lelaki itu berdo'a dengan sangat khusyu' tak terasa air matanya merembas keluar.

 

Seperti halnya kemarin, dari arah atas mulut gua turun nampan yang penuh dengan berbagai hidangan yang lezat. Tanpa pikir panjang, mereka segera menikmati hidangan surgawi itu. Sesudah itu, waktu yang tersisa mereka gunakan untuk beribadah.

"Ada makanan yang masuk ke perut, tapi tak menumbuhkan jiwa. Dan ada yang masuk ke hati, menumbuhkan cahaya."

 

Waktu berjalan begitu cepat, malam telah mengurai tirai kegelapannya. Seperti malam-malam sebelumnya, Syaikh Abdurrahman Bajalhaban dan dua lelaki duduk bersama di depan api unggun.

 

"Wahai Hamba Allah, sekarang tiba giliran anda untuk berdo'a kepada Allah agar Dia berkenan memberi kita rizki." Ucap lelaki paruh baya kepada Syaikh Abdurrahman.

 

Syaikh Abdurrahman terhenyak, dia sama sekali tidak menduga akan mendapat permintaan seperti itu. Namun dia haruslah menghormati permintaan mereka, dengan berat hati dia pun mulai berdo'a.

 

"Ya Allah, dengan kemuliaan hamba shalih yang dijadikan perantara oleh mereka berdua, berikanlah kami ini rizki halal yang berasal dari sisi-MU, Ya..Rabb."

 

Tiba-tiba dari arah atas mulut gua keluarlah seberkas cahaya yang begitu terang. Dari balik cahaya itu keluarlah dua nampan yang penuh dengan berbagai hidangan yang lezat dan jatuh di hadapan mereka bertiga. Melihat hal ini, dua lelaki itu takjub karena saat mereka berdua berdo'a, mereka hanya mendapat satu nampan sementara saat lelaki itu berdo'a mereka mendapat dua nampan.

 

"Wahai hamba Allah, bagaimana anda berdo'a?" Tanya lelaki paruh baya itu penasaran.

"Saya berdo'a dengan perantara orang yang kalian jadikan wasilah berdo'a. Lantas bagaimana kalian berdo'a?"

"Kami mendengar dari orang-orang di desa ini ada seorang yang bernama Syaikh Abdurrahman Bajalhaban. Dia memiliki seorang istri yang buruk akhlaknya. Tapi dia selalu bersabar dalam memperlakukan keburukan istrinya itu. Maka setiap kami berdo'a dengan perantara beliau, do'a kami pasti dikabulkan oleh Allah."

 

Syaikh Abdurrahman tersentak mendengar penuturan lelaki itu. Dia tersadar bahwa semua keistimewaan yang diberikan Allah kepadanya itu sebab dia selalu bersabar menghadapi hinaan dan cemooh istrinya yang berakhlak buruk. Sebab istrinya itulah dia mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah.

 

"Maaf, saudaraku. Aku harus pulang sekarang menemui keluargaku." Pamit Syaikh Abdurrahman kepada dua pemuda itu. Kemudian, dia langsung pulang.

 

Rupanya istri Syaikh Abdurrahman telah menunggu kedatangannya. Tanpa pikir panjang, Syaikh Abdurrahman segera menceritakan kisahnya dengan dua pemuda tadi.

"Suamiku, aku bersikap seperti ini kepadamu semata-mata karena aku menginginkan agar Allah mengangkat derajatmu dan menjadikanmu salah seorang kekasih-Nya yang bersabar atas keburukan istrinya." Terang istri Syaikh Abdurrahman dengan air mata yang mengalir.

"Ketika cinta sejati muncul, keinginan untuk menyakiti pun berubah menjadi kehendak untuk meninggikan."

Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang bersabar menghadapi akhlak buruk istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti pahala yang Allah berikan kepada Nabi Ayyub atas musibahnya."

 

Syair Qais kepada Laila: "Engkau adalah ujianku di malam dan siangku, Aku bersujud kepada Tuhan yang menjadikanmu sebagai ujian, Jika cintaku ini membawa kutukan, Biarlah kutukan itu menjadi jalan ke surga."

 

"Rabiah berkata: Cinta bukanlah jika kau mencintaiku karena surga, Atau takut neraka. Cinta sejati hanya mengenal satu alasan: karena Engkau adalah Engkau."

 

Ibnu Arabi berkata: "Hatiku telah mampu menerima segala bentuk: Padang rumput untuk kijang, biara untuk rahib, Kakbah bagi peziarah, papan Taurat dan mushaf al-Qur'an. Aku mengikuti agama cinta, Ke mana pun ia pergi, Cinta adalah agamaku dan imanku."

Dan malam pun berakhir dengan cinta, sabar, dan pengakuan. Begitulah jalan para kekasih Allah. Sunyi. Duka. Tapi penuh cahaya.

"Katakan padaku tentang sabar, wahai angin malam, Adakah yang lebih kuat dari jiwa yang merelakan derita demi cinta? Biarkan malam-malam yang panjang ini mencatat: Di antara gelapnya ujian, ada hati yang memilih taat."

"Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu, Ridha dan diridhai-Nya." (QS. Al-Fajr: 27-28)

 

 

Makam Syekh Abdurrahman Bajalhaban berada di wilayah Hadhramaut, Yaman, sekitar 30 menit perjalanan dari kota Tarim yang juga dikenal sebagai pusat ziarah para ulama sufi dan wali. Lokasi ini termasuk gua tempat beliau pernah berkhalwat dan kemudian menjadi tempat para peziarah datang menziarahi makamnya .

🔹 Lokasi Tepat:

  • Sekitar 30 menit berkendara dari kota Tarim, Hadhramaut, Yaman.
  • Gua dan makamnya termasuk salah satu situs ziarah rohani yang banyak dikunjungi.


Posting Komentar untuk "Malam yang Membisikkan Cinta: Hikmah di Balik Derita"