Bi Qalbin Laa Yadruqu-Dengan Hati yang Tak Berdetak, Tapi Penuh Cinta

 




“Bi Qalbin Laa Yadruqu-Dengan Hati yang Tak Berdetak, Tapi Penuh Cinta”

Di Timur Tengah, dunia kedokteran dikejutkan oleh kisah seorang pengusaha sukses yang memiliki keluarga besar. Ia menjalani kehidupan poligami dengan empat istri dan dikaruniai banyak anak. Hartanya melimpah, dan ia menaungi lebih dari 20 perusahaan. Secara duniawi, ia termasuk golongan orang yang sangat mampu. Subhanallah.

 

Pada usia 63 tahun, ia mulai merasakan sesak napas. Ia pun memeriksakan diri ke rumah sakit dan menjalani rontgen dada. Hasilnya sangat mengejutkan. Dokter yang melakukan pemeriksaan tertegun: dari hasil rontgen, jantungnya tampak tidak berdetak sama sekali. Seharusnya ini menunjukkan bahwa pasien tersebut sudah meninggal dunia.

 

Dokter pun kebingungan, "Mana pasien yang barusan di-rontgen? Tidak mungkin dia masih hidup." Mereka segera mencari ke ruang jenazah, tetapi ternyata orang itu masih duduk dan berbicara seperti biasa. Ketika dicek ulang dengan USG dan alat-alat medis lainnya, hasilnya tetap sama: tidak ada detak jantung.

 

Karena kasus ini luar biasa aneh, para dokter spesialis dipanggil, termasuk dokter dari Eropa dan ahli robot medis. Hasil pemeriksaan pun disebarluaskan untuk mencari penjelasan. Salah satu ahli bedah jantung dari Jerman akhirnya menemukan sesuatu yang sangat langka: di bagian bawah jantung pria ini terdapat urat-urat saraf yang berfungsi seperti pompa alami yang mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Ini tidak pernah ditemukan pada manusia mana pun sebelumnya. Satu-satunya orang di dunia.

           

Semua dokter sepakat: secara teori, orang ini seharusnya tidak mungkin hidup. Tapi faktanya, ia sehat, bisa berjalan, berbicara, dan menjalani hidup normal. Lalu, muncul seorang syekh yang mengenal baik pria ini. Dalam khutbah Jumat, sang syekh menyampaikan bahwa selama ini ia tahu betul amal saleh si pengusaha: ia tidak pernah meninggalkan puasa Senin-Kamis, puasa ayyamul bidh, dan semua puasa sunnah lainnya. Ia selalu berbuka puasa bersama orang lain, tidak pernah sendiri. Ia aktif dalam kegiatan sosial: menggali sumur, membangun masjid, membagikan mushaf Al-Qur’an, bahkan jika hanya sedikit andil, ia tetap hadir.

 

Ia berbakti kepada orang tua, bersedekah rutin, dan sering datang berdiskusi dengan para ulama tentang berbagai persoalan umat. Hidupnya sibuk dalam ketaatan kepada Allah. Maka, kata sang syekh: “Saya percaya, Allah menciptakan urat saraf khusus yang tidak dimiliki oleh manusia lain. Allah memberi jalan keluar baginya, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًۭا

"Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan kemudahan dalam urusannya.” (QS. At-Talaq: 4)

Para dokter pun hanya bisa takjub. Sebagian dari mereka mulai menyadari bahwa ada kekuatan di luar logika manusia: kekuatan Allah. Kisah ini pun menjadi pengingat bagi kita semua. Bahwa kekuatan penyembuhan bukanlah semata-mata dari dokter, obat, atau teknologi, tapi dari Allah SWT. Sebagaimana hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari:

 

"Wahai anak Adam, jika engkau menggantungkan nasibmu kepada-Ku, maka Aku akan mencukupkan seluruh kebutuhanmu. Tetapi jika engkau menggantungkan nasibmu kepada selain-Ku, maka Aku akan biarkan engkau tergantung padanya, dan engkau tidak akan ditolong."

Syair-syair pun seolah menari di udara, mengalir bersama hikmah kisah ini:

 

قلبي قد عشقَ شخصًا في روحه ربي.. فكيف لي أن أنسى من في الحبّ ربي

 

"Hatiku jatuh cinta pada sosok yang di dalam jiwanya ada Rabb-ku. Bagaimana aku bisa melupakan yang dalam cintanya ada Tuhanku?"

Dan Jalaluddin Rumi pernah berkata:

“Let yourself be silently drawn by the strange pull of what you really love. It will not lead you astray.”

 

Begitulah, cinta kepada Allah menumbuhkan keajaiban yang bahkan tidak bisa dijelaskan ilmu. "Ketika hati berserah, maka bumi dan langit pun tak sanggup menolak kehendak Allah yang bekerja melalui orang-orang yang ikhlas."

Dalam malam sunyi, suara Qais pun seolah berbisik:

 

"Aku mencintaimu bukan karena siapa dirimu, tetapi karena siapa aku ketika bersamamu. Dan ketika aku mencintai Allah, aku menemukan diriku yang sejati."

 

 

Rabi’ah al-Adawiyah pun mengajarkan:

 

“Ya Allah, aku tidak menyembah-Mu karena takut neraka, dan bukan pula karena harap surga. Aku menyembah-Mu karena Engkau layak untuk disembah.”

 

Demikianlah kisah ini menjadi lautan makna. Bahwa ketaatan bukan hanya menuntun keselamatan ruh, tetapi juga menjadi sebab keluarnya cahaya-Nya dalam jasad.

Dalam syair Ibnu Faridh:

وَلَو أَنَّ قَلْبِي دَلَّنِي عَلَى غَيْرِكَ لَكَسَرْتُهُ

"Jika hatiku menunjukkan arah selain kepada-Mu, pasti akan kuhancurkan ia."

Semoga kita semua termasuk dalam hamba-hamba yang mencintai-Nya sebelum mencintai dunia dan segala isinya. Dan semoga cinta kita kepada-Nya menjelma menjadi perlindungan, sebagaimana si pengusaha yang jasadnya dilindungi oleh rahasia cinta dan ketaatan.

Allahumma aj‘alna minhum.

 


Posting Komentar untuk "Bi Qalbin Laa Yadruqu-Dengan Hati yang Tak Berdetak, Tapi Penuh Cinta"