Kisah Nyata Cinta Mubarak: Dari Budak Jujur Menjadi Suami Wanita Salehah dan Ayah Ulama Besar
Ketika Hati Menyentuh Langit
Ada
kalanya, cinta bukan tumbuh dari pandangan mata, tetapi dari kejernihan hati.
Ada cinta yang lahir bukan karena keelokan wajah, tapi karena getar taqwa yang
menjalar ke langit. Inilah kisah tentang seorang budak yang tak mengenal cinta
duniawi, namun justru dianugerahi cinta yang surgawi. Sebuah kisah yang
mengajarkan: Mencintai-Nya terlebih dahulu adalah jalan menuju cinta sejati
di dunia dan akhirat.
Sebagaimana kata Jalaluddin Rumi:
"Bukan karena wajahmu aku mencintaimu, tapi karena Cahaya yang bersinar dari hatimu."
Kisah Mubarak dan Putri Sang Qadhi
Di tanah Marwu, hiduplah seorang lelaki yang bernama Nuh bin Maryam. Dia adalah seorang wali kota, dan qadhi kota itu. Dia memiliki harta yang melimpah. Tanahnya luas. Kebun-kebunnya terhampar hampir di seluruh wilayah kota. Nuh bin Maryam, memiliki seorang putri yang sangat cantik, berbudi luhur, dan juga ramah. Sungguh gadis yang sangat sempurna, kecantikan yang diselubungi dengan keindahan akhlak menjadikan dirinya bak bidadari berjalan di atas bumi.
Karena kesempurnaan inilah, putrinya itu begitu terkenal di seantero kota. Tak ayal, apabila para bangsawan, pedagang, hartawan berbondong-bondong meminang putrinya itu. Namun tak satupun lamaran dari mereka yang diterima oleh Nuh bin Maryam. Suatu hari, Nuh bin Maryam pergi mendatangi salah satu kebunnya yang ada di ujung kota. Kebun itu dijaga oleh budak hitam barunya yang berasal dari Hindia. Budak itu bernama Mubarak. Dia telah bekerja menjaga kebun itu selama 2 bulan.
Nuh segera
memanggil Mubarak. Kemudian dia berkata; "Wahai Mubarak, ambilkan aku
setangkai anggur."
Mubarak segera pergi mengambil anggur yang diinginkan oleh tuannya. Dia memilih satu tangkai anggur yang menurutnya paling baik dan segar. Kemudian anggur itu dia berikan kepada Nuh.
Rasa
dahaga dan lapar telah menawan perut Nuh. Dengan lahap dia memakan anggur
pemberian Mubarak. Nuh tersentak, anggur pemberian Mubarak itu ternyata sangat
masam.
Dia segera
memanggil Mubarak. Dan berkata; "Ambilkan aku anggur yang lain."
Mubarak bergegas mengambil anggur lagi. Kali ini dia berusaha lebih teliti memilih anggur. Dia tidak mau membuat majikannya kecewa. Setelah menemukan anggur yang dia rasa pas, dia langsung memberikannya kepada Nuh.
Nuh segera memakan anggur pemberian Mubarak. Tapi anggur itu rasanya tetap masam. Nuh geram akan kelakuan budaknya ini. Dengan keras dia berkata: "Kenapa kau mengambilkan aku anggur yang rasanya masam, sementara di kebun ini begitu banyak anggur yang lain."
Mubarak
pucat melihat kemarahan majikannya. Baru pertama kali ini dia mendapat teguran
yang keras. Dengan terbata-bata dia berkata:
"Wahai Tuanku, maafkan saya. Saya sama sekali tidak tahu mana anggur yang
manis dan masam."
"Subhanallah,
sudah dua bulan kau berada di kebun ini, dan kau masih tidak tahu anggur yang
manis dan masam?"
"Demi hak
anda, wahai tuanku. Saya sama sekali tidak pernah mencicipi anggur kebun
ini."
Nuh kaget mendengarnya. Dengan setengah tidak percaya dia kembali bertanya: "Lantas kenapa kau tidak pernah mencicipinya?"
"Wahai
tuanku, anda memerintahkan saya hanya untuk menjaga, bukan mencicipi anggur
dari kebun ini. Dan saya tidak mau mengkhianati harta dan melanggar perintah
anda."
Nuh bin Maryam kagum akan sifat amanah dan kejujuran Mubarak. Tiba-tiba dia mendapat ide yang cemerlang.
Nuh menatap Mubarak dengan tajam. Dengan suara tinggi dia berkata: "Kau harus dihukum karena kelancanganmu?"
Mubarak tersentak: "Maafkan saya tuan... tapi demi mendapatkan kerelaan Anda, saya rela dihukum seberat-beratnya."
Nuh menatap Mubarak dengan tajam. "Baiklah, hukumannya adalah kau harus menikah dengan putriku."
Mubarak
terkejut mendengar permintaan aneh itu. Dia bingung harus menjawab apa.
Nuh meneruskan
ucapannya; "Tapi ketahuilah, putriku yang hendak kunikahkan denganmu itu
seorang yang sama sekali tidak bisa melihat, bicara, dan berjalan."
Mubarak terdiam, diam bingung harus menjawab apa. Tapi demi mengharap kerelaannya, dia membulatkan tekad dan menerima perintah lelaki itu. Dengan hati mantap Mubarak berkata, "Baiklah, saya akan menikahi putri anda."
Nuh tersenyum bahagia. Lantas Nuh bin Maryam langsung menikahkan Mubarak di tempat itu juga. Sesudah itu Nuh yang kini telah menjadi mertua Mubarak membawanya ke rumah. Begitu sampai ke rumah, Nuh berkata, "Nak, sekarang temuilah istrimu di dalam rumah. Di rumah ini tidak ada seorang wanita pun selain dia."
Hati Mubarak tiba-tiba berdesir lembut. Dia tidak menyangka sama sekali akan menikah dengan wanita yang cacat dan secepat itu. Mubarak memantapkan hati dan langsung memasuki rumah. Saat berada di dalam rumah dia terkejut melihat seorang wanita yang begitu cantik. Kulitnya putih dan memiliki mata yang indah. Dialah wanita yang menjadi bunga Kota Marwu. Ya, dia adalah sang bidadari bumi.
Mubarak
tidak menemukan wanita yang cacat seperti yang diceritakan oleh Nuh.
Mubarak keluar
menemui Nuh. Mubarak berkata; "Ma.. maaf wanita yang menjadi istri saya
tidak ada di dalam rumah. Tetapi yang ada hanya seorang wanita cantik yang
normal."
Nuh tersenyum dan berkata;
"Itu istrimu. Ketahuilah nak, tadi aku mengatakan dia seorang yang tidak
bisa melihat. Dan itu memang benar, dia tidak pernah melihat hal-hal yang
diharamkan oleh Allah.
Dia juga tidak bisa bicara dan itu benar, dia memang tidak bisa bicara selain
kebenaran. Dia juga tidak bisa berjalan dan itu benar karena semenjak kecil dia
tidak pernah melangkahkan kakinya menuju maksiat."
Mubarak begitu
bahagia. Air matanya tanpa dia sadari menetes perlahan membasahi kedua matanya.
Nuh hanya tersenyum melihat kepolosan menantunya itu. "Sekarang masuklah dan temui istrimu!"
Dari pernikahan indah inilah, kelak mereka berdua akan dikaruniai anak yang diberi nama Abdullah. Dan karena kebaikan dan keshalihan dua pasangan ini, Abdullah tumbuh dewasa menjadi seorang ulama' agung pada masanya. Dialah Abdullah bin Mubarak.
Tafakur dan Cinta yang Menyembuhkan
Malam pertama setelah akad yang mengejutkan, Mubarak duduk di serambi rumah kecil itu. Angin malam menyentuh wajahnya perlahan. Di bawah langit Marwu yang bertabur bintang, ia menangis. Bukan karena sedih, tapi karena rasa takjub dan syukur yang tak tertahankan. Ia, seorang budak, kini duduk sebagai suami dari wanita mulia, dan menantu seorang qadhi terhormat.
"Ya
Allah," bisiknya lirih, "jika inilah
hadiah-Mu atas amanah kecilku, bagaimana dengan ganjaran bagi orang-orang yang
menjaga-Mu dalam seluruh kehidupannya?"
Sang istri datang mendekat. Wajahnya bersih, matanya tenang. Ia duduk di samping suaminya, membawa secawan susu hangat. Tanpa suara, mereka saling menatap. Seolah cinta mereka bukan butuh kata, tapi cukup dengan kehadiran.
"Aku tidak bisa banyak bicara seperti wanita lainnya," katanya lembut. "Aku terbiasa diam, karena aku takut lisanku tergelincir dari apa yang benar. Tapi malam ini, aku ingin engkau tahu... aku menerima takdir Allah ini dengan sepenuh hati. Karena aku tahu, engkau adalah hadiah dari-Nya."
Kelahiran Ilmu dan Cahaya
Kemudian lahirlah seorang bayi lelaki. Tangisnya menggema lembut di malam Jumat yang basah oleh gerimis. Mereka menamainya Abdullah — Abdullah bin Mubarak. Seorang anak yang kelak dikenal dunia karena ilmu dan waraknya, mujahid yang zuhud, dan muhadits yang agung.
Sebagaimana dikatakan Rabiah al-Adawiyah:
"Aku
mencintai-Mu dengan dua cinta: cinta karena Engkau, dan cinta karena Engkau
yang mengajarkan aku mencintai."
Penutup: Cinta yang Tertinggi
"Cinta itu
buta… bukan karena ia tak melihat, tapi karena ia hanya melihat yang Maha
Mencipta.
Cinta itu bisu… bukan karena ia tak bicara, tapi karena ia hanya berkata yang
benar.
Cinta itu tak melangkah… karena ia hanya berjalan menuju ridha-Nya."
Sebagaimana Jalaluddin Rumi berkata:
"Jangan
cari cintaku di wajahku, atau dalam kata-kataku.
Carilah ia dalam keheningan sujudku, dan dalam getar di antara
dzikir-dzikirku."
Hikmah untuk Hati yang Mencari
🔹 Cinta sejati lahir
dari kejujuran dan ketaatan.
🔹
Kebahagiaan sejati tidak datang dari rupa, tetapi dari hati yang bersih.
🔹
Siapa yang mencintai Allah terlebih dahulu, Allah akan menumbuhkan cinta
manusia terbaik untuknya.
“Wahai
hati yang letih mencari cinta... Temuilah Sang Maha Cinta, niscaya engkau akan
menemukan segala yang hilang.”
Posting Komentar untuk "Kisah Nyata Cinta Mubarak: Dari Budak Jujur Menjadi Suami Wanita Salehah dan Ayah Ulama Besar"