Kisah Jabir bin Abdullah: Cinta Karena Allah, Bukan Nafsu Dunia




Kisah Jabir bin Abdullah: Cinta Karena Allah, Bukan Nafsu Dunia  

Angin berhembus pelan, menerbangkan debu dan pasir ke udara. Langit begitu cerah, tak ada satu pun awan yang nampak menutupi keindahannya. Di bawah langit Madinah yang membiru, ada kisah cinta yang melebihi cinta dua insan, melebihi segala keinginan yang biasa. Sebuah kisah tentang pilihan yang lahir dari cinta kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada mereka yang menjadi amanah di pundak seorang lelaki. Inilah kisah Jabir bin Abdullah, yang akan membawa kita pada makna sejati dari cinta yang diridai.

 

Rasulullah ﷺ dan beberapa sahabatnya berjalan menyisir jalan setapak yang membelah kota Madinah. Beberapa penduduk yang kebetulan melihatnya langsung mengucapkan salam. Rasulullah ﷺ dengan santun menjawab salam mereka. Dari kejauhan Rasulullah ﷺ melihat seseorang berjalan mendekat ke arahnya. Gestur tubuh lelaki itu sangat dia kenal. Ternyata, lelaki itu adalah Jabir bin Abdullah ﷺ. Salah seorang sahabat dari kalangan Anshar.

 

Rasulullah ﷺ memperhatikan Jabir. Jabir nampak begitu gembira, wajahnya yang berwarna merah akibat terik matahari menyunggingkan senyuman. Dari wajahnya, Rasulullah ﷺ melihat warna kuning 'usyfur' yang biasa digunakan untuk para pengantin. Rasulullah ﷺ tersenyum melihat keadaan Jabir. Rasa bahagia Jabir, meresap pelan ke sanubari Rasulullah ﷺ. Beliau paham bahwa barusan sahabatnya itu melakukan akad pernikahan.

"Hai Jabir, Apakah kau baru menikah?" Goda Rasulullah ﷺ kepada Jabir begitu mereka berpapasan.

Wajah Jabir memerah, kemudian dia berkata: "Benar wahai Rasulullah."

"Dengan seorang janda ataukah perawan?" Tanya Rasulullah ﷺ penasaran.

"Janda."

 

Rasulullah ﷺ terkejut mendengar penuturan Jabir barusan. Kemudian beliau bersabda: "Mengapa tidak dengan seorang perawan, sehingga kau dapat bermain dengannya dan dia dapat bermain-main denganmu?"

 

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayah saya telah meninggal. Dia meninggalkan sembilan orang putri. Dan saya tidak suka apabila mendatangkan kepada saudari-saudari saya seorang gadis yang sebaya dengan mereka. Maka saya pun menikah dengan seorang wanita yang dapat mendidik dan menyisir rambut mereka."

 

Rasulullah ﷺ tersenyum bahagia, beliau sangat bangga akan keputusan Jabir yang lebih mementingkan kepentingan saudari-saudarinya daripada dirinya sendiri. Ya, karena pernikahan itu bukan hanya sebatas pada hal diri sendiri tetapi juga pada seluruh keluarga.

Kemudian beliau bersabda: "Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu." ﷺ

 

Syekhnay bercerita:

Tatkala Jabir memilih janda yang dewasa, ia memilih cinta yang tidak dibutakan oleh nafsu. Ia memilih cinta yang tahu prioritas. Di saat banyak yang mengejar kenikmatan pribadi, Jabir mencari kemaslahatan untuk orang-orang yang bergantung padanya.

Bukankah Jalaluddin Rumi pernah berkata:

 

"Cinta sejati bukanlah tentang menemukan seseorang yang membuatmu utuh, tapi tentang kau rela patah agar yang lain tetap utuh."

 

Begitulah Jabir. Ia bukan lelaki biasa. Ia lelaki yang meletakkan cintanya kepada Allah, di atas cinta kepada wanita. Lelaki yang sadar bahwa cinta sejati adalah pengorbanan yang tenang.

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ "Katakanlah: Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu..." (QS. Ali 'Imran: 31)

 

Qais & Laila Mengisyaratkan:

 

Qais mencintai Laila hingga gila. Tapi Jabir mencintai Allah hingga waras. Perhatikan baik-baik. Keduanya bicara soal cinta. Tapi satu terhanyut, satu bertahan. Maka lihatlah Jabir bin Abdullah, yang tidak menjadi Qais, tapi jadi lelaki sejati yang lebih gila akan ridha Tuhan daripada sentuhan belia.

"Aku mencintainya bukan karena dia Laila, Tapi karena Allah menaruh cinta-Nya dalam keputusanku mencintainya."

 

Dunia Tak Lagi Sama:

 

Sikap Jabir mengubah wajah pernikahan. Ia mengajarkan kita bahwa menjadi laki-laki bukan hanya soal memilih, tapi tentang siapa yang kita perjuangkan. Ia memilih wanita yang bisa jadi bukan impian para pemuda. Tapi ia menjadikan itu sebagai taman cinta di jalan yang diridhai.

 

Rabiah al-Adawiyah bersenandung:

"Aku mencintai-Mu dengan dua cinta: Cinta karena diriku, dan cinta karena-Mu. Cinta karena diriku, ialah aku sibuk mengingat-Mu. Dan cinta karena-Mu, ialah karena Engkau layak untuk dicinta."

 

Penutup: Jalan Cinta Menuju-Nya

 

Kisah ini tidak hanya tentang Jabir. Ini tentang kita. Tentang pilihan-pilihan cinta yang harus kita buat. Ketika cinta kepada Allah menjadi alasan utama, maka cinta lain akan mengikutinya, dalam berkah dan keindahan.

Cinta Jabir bukan hanya pernikahan. Ia adalah ibadah. Ia adalah bentuk “mencintai-Nya sebelum mencintaimu.”

 

"Ketika kau mencintai karena Allah, Maka cinta itu akan menyejukkan bumi dan langit. Ia bukan bara, tapi cahaya."

Semoga kita menjadi seperti Jabir, yang memilih jalan yang tidak ramai, tapi paling diridhai.

Dan seperti sabda Nabi ﷺ:

"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya..." (HR. Bukhari & Muslim)

Dan niat Jabir adalah cinta — yang bermula dari Allah dan berakhir pada kebahagiaan semua.


Tulisan ini dipersembahkan bukan hanya untuk mengikuti lomba. Tapi untuk membangkitkan cinta yang tenggelam, menyinari niat yang pudar, dan menumbuhkan harapan baru bagi hati yang lelah. Jika satu hati terinspirasi, maka satu dunia telah berubah.

 



Posting Komentar untuk "Kisah Jabir bin Abdullah: Cinta Karena Allah, Bukan Nafsu Dunia"