Menyusuri Jejak Keberkahan di Inad: Ziarah ke Makam Syekh Abu Bakar bin Salim (Part 2)
Pada pukul setengah empat pagi, kami dibangunkan oleh ustaz yang berjaga untuk segera bersiap melanjutkan perjalanan menuju pemakaman Inad. Di sana, kami juga akan melaksanakan salat Subuh berjemaah di Masjid Inad, sebuah tempat yang penuh keheningan spiritual.
Di Inad, terdapat makam seorang ulama besar, wali Allah SWT, yakni Asy-Syekh Al-Habib Abu Bakar bin Salim, beserta putranya, Al-Imam Husein bin Abu Bakar bin Salim. Keberadaan makam ini menjadi magnet bagi para peziarah dari berbagai penjuru yang ingin menghidupkan cinta kepada para kekasih Allah SWT.
Dikisahkan bahwa semasa kecil, Syekh Abu Bakar bin Salim mengalami kesulitan dan kurang semangat dalam menghafal Al-Qur'an. Mengetahui hal tersebut, ayah beliau membawanya untuk mengadukan masalah itu kepada Al-Imam Syihabuddin Ahmad bin Abdurrahman bin Syekh Ali. Namun, dengan kebijaksanaan dan pandangan jauh ke depan, Al-Imam Syihabuddin berkata kepada ayah beliau:
"دَعُوهُ فَيَسْتَقْبِلُ عَلَيْهِ بِنَفْسِهِ وَيَكُوْنَ لَهُ شَأْنٌ عَظِيْمٌ"
"Biarkanlah anakmu itu, karena ia akan mampu dengan sendirinya, dan suatu saat ia akan menjadi seseorang yang memiliki kedudukan yang besar."
Benarlah apa yang dikatakan oleh Al-Imam Syihabuddin. Dalam waktu yang tidak disangka-sangka, Syekh Abu Bakar bin Salim berhasil menghafal Al-Qur'an secara keseluruhan, sekaligus memahami makna dan kandungan di dalamnya. Sepanjang hidupnya, beliau mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk menuntut ilmu agama hingga menjadi salah satu ulama besar pada masanya, bahkan menjadi guru para ulama.
Ada sebuah nasihat hikmah dari beliau yang pernah kubaca dalam sebuah buku sejarah tentang Tarim:
"مَنْ لَمْ يُجَاهِدْ فِي الْبِدَايَاتِ لَمْ يَصِلْ إِلَى الْنِهَايَاتِ"
"Barang siapa yang tidak bersungguh-sungguh di awal perjalanannya, niscaya ia tidak akan sampai pada puncaknya."
Ketika membaca kalimat tersebut, hatiku berdesir. Rasanya seperti sebuah panggilan untuk kembali merenungi langkah-langkah kecil dalam perjalananku sendiri.
Setibanya di Inad, kami segera melaksanakan salat Subuh berjemaah dengan penuh kekhusyukan. Seusai salat, kami melanjutkan dengan berziarah ke makam Syekh Abu Bakar bin Salim yang terletak di dekat Masjid Inad. Pada saat itu, cuaca di kota Inad sangat dingin, seolah menyatu dengan keheningan malam, karena bulan Desember hingga Januari memang merupakan musim dingin di seluruh wilayah Yaman.
Pemahamanku selama ini bahwa Yaman adalah negara yang panas, gersang, dan tandus ternyata salah besar. Di Yaman, ternyata ada musim dingin yang menusuk tulang. Bahkan, menurut penduduk setempat, suhu di sini pernah mencapai 3°C.
Konon, rahasia (sirr) Syekh Abu Bakar bin Salim dititipkan di tiga tempat: pertama, pada putra beliau, Al-Imam Husein bin Abu Bakar bin Salim; kedua, pada keturunannya; dan ketiga, pada pasir Inad (turob Inad).
Ketika melangkahkan kaki di atas pasir kuning yang halus di Inad, hawa dingin begitu terasa. Mungkin, selain karena cuaca, juga karena keberkahan dan sirr Syekh Abu Bakar bin Salim yang dititipkan di tempat ini. Dalam hati, aku berdoa dengan penuh harap, "Ya Allah, sampaikanlah salam hamba-Mu ini kepada kekasih-Mu, dan berikanlah futuh (pembukaan) kepada hamba-Mu ini melalui keberkahan sirr-nya. Aamiin."
Ketika masuk ke dalam kubah makam, pandanganku tertuju pada makam beliau dan ruangan di sekitarnya yang begitu sederhana, namun memancarkan keagungan. Aku pun menundukkan kepala dengan khidmat dan mengucapkan salam sebagaimana adab ziarah ke makam para ulama dan auliya di Inad, "Assalamualaikum ya ahli qubur." Setelah itu, aku termenung dalam-dalam, merenungi hikmah perjalanan ini.
Dalam keheningan itu, syair Jalaluddin Rumi terlintas di benakku:
"Don’t grieve. Anything you lose comes round in another form. The wound is the place where the Light enters you."
(Bersedihlah jangan. Segala yang hilang akan kembali dalam bentuk lain. Luka adalah tempat di mana Cahaya memasuki dirimu.)
Ziarah ini menyadarkanku bahwa, sebagaimana Syekh Abu Bakar bin Salim pernah berjuang dalam perjalanan spiritualnya, kita pun perlu bersungguh-sungguh dalam setiap langkah menuju kebaikan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi umat Islam di zaman sekarang untuk sering mengunjungi para ulama dan menghadiri majelis-majelis ilmu. Terlebih lagi jika yang dikunjungi adalah kekasih Allah SWT, apalagi dzurriyah Rasulullah SAW, seperti halnya yang terjadi pada orang-orang di zaman Syekh Abu Bakar bin Salim.
Semoga Allah SWT menanamkan cinta kepada para shalihin dan auliya dalam hati kita, serta memberikan pertolongan kepada kita semua untuk meneladani akhlak mereka. Sebagaimana Rumi mengingatkan:
"Be like a tree and let the dead leaves drop."
(Jadilah seperti pohon yang melepaskan daun-daun mati.)
Semoga perjalanan ini menjadi pelajaran, dan doa yang terlantun menjadi harapan yang dikabulkan. Aamiin.
Posting Komentar untuk "Menyusuri Jejak Keberkahan di Inad: Ziarah ke Makam Syekh Abu Bakar bin Salim (Part 2)"