Rahasia di Balik Kesabaran Syekh Sufi Saat Kucing Mengotori Jubahnya

 



    Suatu hari, Syekh Ahmad Ar-Rifa’i seorang wali besar dan pendiri Tarekat Rifa’iyah sedang duduk bersama murid-muridnya untuk mengajarkan ilmu dan dzikir. Tiba-tiba, seekor kucing liar melompat ke pangkuannya dan mengeluarkan kotoran (najis) di jubah putihnya yang bersih.

    Para murid yang melihat kejadian itu terkejut dan bersiap untuk mengusir kucing tersebut. Namun, Syekh Ar-Rifa’i langsung mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka tidak mengganggu kucing itu.

Dengan tenang, beliau:

  1. Membiarkan kucing tersebut pergi dengan damai tanpa sedikit pun mencela atau mengusirnya.

  2. Membersihkan najis itu sendiri dengan tangan kanannya, sambil tersenyum.

  3. Berkata kepada murid-muridnya:
    "Apakah kalian marah karena jubahku yang kotor? Ini hanya kain yang bisa dicuci. Bagaimana jika kita marah kepada makhluk Allah yang tidak tahu apa-apa? Lebih baik kita menjaga hati dari kemarahan daripada menjaga pakaian dari najis."


Hikmah Kisah Ini dalam Sufisme

  1. Ujian Kesabaran Sejati

    • Syekh Ar-Rifa’i menunjukkan bahwa ujian kesabaran bukanlah pada hal-hal besar, tetapi justru pada gangguan kecil seperti najis kucing. Kesabarannya tanpa keluh kesal membuktikan kemurnian hatinya.

  2. Penghormatan kepada Makhluk Allah

    • Dalam Sufi, setiap makhluk adalah ciptaan Tuhan yang patut dihormati. Kucing seperti dalam hadis Nabi adalah hewan yang suci (tidak najis secara zatnya), hanya kotorannya saja yang najis. Syekh Ar-Rifa’i memilih memaafkan ketidaksengajaan kucing itu.

  3. Prioritas Membersihkan Hati Daripada Jasmani

    • Pesan utama kisah ini: "Membersihkan hati dari kemarahan lebih penting daripada membersihkan pakaian." Ini sesuai dengan ajaran Sufi bahwa najis batin (iri, dengki, marah) lebih berbahaya daripada najis lahir.

  4. Teladan Kerendahan Hati

    • Sebagai seorang guru Sufi besar, Syekh Ar-Rifa’i bisa saja meminta muridnya membersihkan najis itu. Namun, beliau memilih melakukannya sendiri untuk mengajarkan tawadhu’ (rendah hati).

  5. Metafora Cinta tanpa Pamrih

    • Kucing dalam kisah ini bisa dianggap sebagai simbol "makhluk yang tidak berdaya" atau "uji kesabaran". Sufi sering menggunakan hewan sebagai cermin untuk melatih cinta tanpa syarat, seperti dalam ayat:
      "Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu." (QS. Al-An’am: 38).


Catatan Tambahan

  • Beberapa versi kisah ini juga menyebutkan bahwa kucing tersebut kemudian menjadi jinak dan sering mendekati Syekh Ar-Rifa’i setelah peristiwa itu, seolah-olah merasakan cintanya.

  • Dalam Tarekat Rifa’iyah, kisah ini diajarkan untuk melatih adab terhadap makhluk Allah dan kontrol emosi (mujahadah an-nafs).


Pesan Sufi dari Kisah Ini

"Jika najis kucing di jubahmu membuatmu marah, bagaimana kau akan menyucikan najis sombong di hatimu?"

Kisah sederhana ini menjadi contoh nyata bagaimana para Sufi mengubah hal-hal duniawi menjadi pelajaran spiritual.


Posting Komentar untuk "Rahasia di Balik Kesabaran Syekh Sufi Saat Kucing Mengotori Jubahnya"