Kisah Mengharukan Sulaiman bin Yassar: Godaan di Lembah Abwa' dan Pertemuan dengan Nabi Yusuf

 


    Sulaiman bin Yassar tengah membenahi tenda tempatnya beristirahat di lembah Abwa’. Bersama sahabat karibnya, Abdullah, ia dalam perjalanan suci menunaikan ibadah haji ke Makkah. Beberapa hari sebelumnya, mereka telah berangkat dari kota tercinta mereka, Madinah Al-Munawwarah.

    Sulaiman adalah pemuda cerdas, rupawan, dan dikenal luas di Madinah karena akhlaknya yang luhur. Kulitnya seputih bulan purnama, rambutnya hitam berkilau, dan wajahnya meneduhkan mata yang memandang.    

Pagi itu, Sulaiman keluar dari tendanya dan duduk di hadapannya, sementara Abdullah bersiap ke pasar.

"Hai Sulaiman, aku hendak ke pasar membeli makanan. Bekal kita menipis," ujar Abdullah sambil mengangkat nampan dari atas untanya.

Sulaiman menjawab tenang, "Iya, aku tunggu di sini saja."

    Tak lama setelah Abdullah pergi, tampak seorang gadis badui perlahan mendekat ke arah tenda. Ia tinggal di kawasan sekitar lembah Abwa’, dan jarang melihat orang asing beristirahat di sana. Dari kejauhan, ia mengamati Sulaiman dengan penuh penasaran.

    Ketika jaraknya cukup dekat dan dapat melihat Sulaiman dengan jelas, ia tertegun. Sungguh, belum pernah ia melihat seorang pemuda setampan itu. Wajahnya bersinar, mata tajam menenangkan, dan aura suci memancar dari rautnya. Jantungnya berdetak cepat, dadanya bergemuruh, dan tubuhnya gemetar—ia tak mampu mengendalikan gejolak yang tiba-tiba membuncah di hatinya.

Tanpa sadar, gadis itu terus melangkah. Sulaiman yang menyadari kehadirannya segera berdiri.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan, sambil menundukkan pandangan.

Sang gadis tersenyum tipis. Dengan suara lirih ia berkata, "Berikan aku kenyamanan..."

Sulaiman mengira ia meminta makanan. Maka ia pun mengambil sisa bekal, menghidangkannya dengan ramah.

Namun sang gadis menggeleng dan berkata pelan, "Bukan ini yang kumau... Tapi sesuatu yang diberikan oleh suami kepada istrinya."

Seketika wajah Sulaiman memerah, amarah dan kesedihan membuncah dalam dada.

"Iblis telah menipumu!" serunya tegas.

    Ia segera duduk, meletakkan kepala di atas lututnya, dan menangis. Air matanya mengalir deras. Ia merasa remuk, karena ketampanannya telah menjadi sebab seseorang kehilangan kehormatan. Melihat penolakan itu, sang gadis tersadar. Ia mengurai cadarnya dan berlari menjauh, menyesali langkahnya.

Tak lama kemudian, Abdullah kembali dari pasar. Melihat Sulaiman menangis, ia pun bertanya, "Hai sahabatku, apa yang membuatmu bersedih?"

Sulaiman mencoba tersenyum. "Aku hanya teringat anak perempuanku."

"Tidak mungkin," kata Abdullah. "Kau baru berpisah dengannya tiga hari lalu."

Setelah didesak, Sulaiman menceritakan semuanya. Abdullah pun menangis tersedu-sedu.

"Mengapa kau menangis, wahai sahabatku?" tanya Sulaiman.

Abdullah menjawab, "Karena aku takut, seandainya ujian itu datang padaku, aku tak akan mampu menahannya."

Keduanya pun larut dalam tangisan hingga matahari tenggelam.

    Setibanya di Makkah, Sulaiman segera melaksanakan umrah. Setelah thawaf, sa’i, dan mencukur rambut, ia menuju Hijr Ismail. Di sana, ia duduk dan menutup wajah dengan bajunya. Lelah dan hening, ia pun tertidur.

    Dalam tidurnya, ia bermimpi berada di taman yang indah. Udara harum semerbak, pepohonan rindang, dan sinar lembut menyelimuti taman itu. Dari kejauhan, ia melihat seorang pria tinggi besar, wajahnya bercahaya, dan tubuhnya memancarkan aroma surga.

Sulaiman mendekat. Saat telah cukup dekat, ia terperangah.

"Siapakah engkau, wahai lelaki bercahaya?"

Lelaki itu menjawab lembut, "Aku Yusuf."

Sulaiman tersentak, "Engkau Yusuf as-Shiddiq, putra Nabi Ya’qub?"

"Benar," jawab lelaki itu sambil tersenyum.

Sulaiman berkata kagum, "Kisahmu dengan istri Al-Aziz sungguh luar biasa."

Namun Nabi Yusuf menjawab, "Tidak, wahai Sulaiman. Kisahmulah yang lebih mengagumkan."


Syair Penutup dari Jalaluddin Rumi:

"Jangan katakan: 'Aku hanya manusia biasa'. Dalam dirimu ada alam semesta yang luas, Ada cinta yang membuat malaikat tunduk, Dan godaan yang bahkan membuat nabi menangis."

"Setiap tetes air mata dari jiwa yang terjaga, Adalah mutiara yang lebih mahal dari dunia seisinya. Bukan karena ia lemah, Tapi karena ia tahu arah pulangnya adalah Tuhan."


Posting Komentar untuk "Kisah Mengharukan Sulaiman bin Yassar: Godaan di Lembah Abwa' dan Pertemuan dengan Nabi Yusuf"