Mengorbankan Cinta Dunia Demi Allah dan Rasul-Nya



    Pada masa kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, hiduplah seorang sahabat yang namanya mungkin jarang terdengar, namun cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya menggetarkan langit. Ia bernama Julaibib. Kulitnya gelap, tubuhnya pendek, penampilannya jauh dari kemewahan. Ia tidak dikenal berasal dari kabilah manapun. Seolah-olah dunia tidak memberikan tempat padanya.

Ia hidup sendiri, dalam kemiskinan yang menusuk.
Ketika malam tiba, tangannya menjadi bantal, tanah menjadi ranjangnya. Selimutnya adalah langit, dan sahabatnya adalah sabar. Segala ujian dunia seolah lengkap diberikan padanya. Namun, di balik segala keterbatasannya, Julaibib menyimpan kekayaan hati yang luar biasa—cinta kepada Rasulullah yang tak tergoyahkan.

Suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menatapnya dengan kasih dan bertanya,

“Tidakkah engkau ingin menikah, wahai Julaibib?”

Pertanyaan itu mengguncang hatinya. Ia terkejut, bahkan tak sempat bermimpi tentang pernikahan.

Dengan suara lirih, ia menjawab,

“Wahai Rasulullah, siapa yang akan menikahkan putrinya denganku? Aku hanyalah ibarat dagangan yang tak laku di pasar manusia.”

Namun Rasulullah menatapnya dan berkata penuh cinta,

“Wahai Julaibib, engkau adalah dagangan yang paling mahal di mata Allah.”

“Cinta bukan tentang wajah, bukan tentang rupa.
Cinta adalah cahaya dari Sang Pencipta.
Dan siapa yang memandang dengan mata hati,
akan melihat surga tersembunyi dalam duka.”
Rumi

    Rasulullah pun pergi ke rumah salah satu keluarga Anshar. Di sana ada seorang gadis—cantik, taat, dan suci hatinya. Rasulullah berkata kepada orang tua gadis itu:

“Aku datang untuk meminang putri kalian.”

Seketika, mereka menyambut dengan penuh suka cita,

“Sungguh suatu kemuliaan jika engkau hendak menikahi putri kami, wahai Rasulullah.”

Namun Rasulullah menjelaskan,

“Aku meminang bukan untuk diriku, melainkan untuk Julaibib.”

Seketika, suasana berubah sunyi. Ibu dari gadis itu berusaha menolak dengan lembut,

“Wahai Rasulullah, maafkan kami… bukan karena kami meragukan Julaibib, tapi... kami hanya khawatir dengan masa depan anak kami.”

    Namun sebelum keputusan dibuat, putri mereka keluar dari balik tirai, dengan wajah yang tenang dan suara penuh iman, ia berkata:

“Wahai ayah dan ibuku, apakah kalian akan menolak permintaan Rasulullah?
Demi Allah, jika Rasulullah memilihkan aku untuk Julaibib, maka aku ridha.”

Lalu ia membacakan firman Allah:

“Tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.
Barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,
sungguh dia telah tersesat, sesat yang nyata.”
(QS. Al-Ahzab: 36)

“Banyak yang mengira mereka memilih cinta,
Padahal cinta yang memilih mereka.
Bila Allah dan Rasul telah menunjuk,
Maka itu bukan pilihan, itu panggilan.”
Rumi

    Akhirnya, Rasulullah menikahkan Julaibib dengan gadis salihah itu, dan mendoakan mereka dengan doa istimewa:

“Ya Allah, limpahkanlah kebaikan kepadanya dengan limpahan yang berlimpah, dan jangan jadikan hidupnya penuh kesusahan.”

    Tak lama setelah pernikahan, Madinah diguncang oleh seruan jihad. Pasukan musuh menyerang, dan Rasulullah memanggil kaum Muslimin untuk berjihad di jalan Allah. Meski belum sempat menyentuh malam pertamanya, Julaibib langsung berdiri dan bersiap memanggul pedangnya.

Ia berpamitan kepada istrinya…
Dan mungkin dalam hatinya berkata:

“Wahai cintaku, izinkan aku pergi.
Sebab aku telah mencintaimu karena Allah,
Maka biarlah aku mencintai-Nya dengan seluruh nyawaku.”

“Apa gunanya cinta yang tak rela berkorban?
Apa artinya sayang jika tak menuju Tuhan?
Cinta sejati adalah dia yang melepaskan dunia,
Demi setia kepada Yang Kekal Selamanya.”
Rumi

Peperangan pun pecah. Saat usai, Rasulullah memeriksa para syuhada dan bertanya:

“Adakah seseorang yang belum ditemukan? Adakah yang merasa kehilangan?”

Para sahabat menjawab, “Tidak ada, ya Rasulullah.”

Namun Rasulullah berkata dengan mata yang basah,

“Aku merasakan kehilangan seseorang… di mana Julaibib?”

    Barulah mereka sadar. Mereka mencarinya... hingga akhirnya menemukan Julaibib telah gugur sebagai syahid, dengan tubuh penuh luka, dikelilingi tujuh jasad musuh yang telah ia kalahkan seorang diri.

Rasulullah pun memeluk tubuhnya, mengangkatnya dengan kedua tangan mulianya dan berkata:

“Dia adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian darinya.”

Kata Anas bin Malik:

“Demi Allah, kami tidak melihat tempat peristirahatan terakhir Julaibib kecuali di pangkuan Rasulullah hingga ia dimakamkan.”

Dan bagaimana dengan istrinya?

Doa Rasulullah menjadi nyata.
Ia hidup dalam keberkahan dan kemuliaan.
Ia dikenal sebagai wanita yang mulia dan salehah.
Banyak laki-laki terbaik meminangnya.
Keturunannya tumbuh menjadi orang-orang terhormat, dikenal akan akhlak dan ketakwaannya.

“Cinta sejati tak pernah mati,
hanya berpindah bentuk dalam ridha Ilahi.
Ia yang kau cintai di dunia,
akan kau temui kembali dalam pelukan surga.”
Rumi

 

Posting Komentar untuk "Mengorbankan Cinta Dunia Demi Allah dan Rasul-Nya"